Keluarga Talmudian 
  Tahun 1770, saat berusia 27 tahun, Rothschild  menikahi Guetele   Schnaper yang masih berusia tujuhbelas tahun. Dari  perkawinannya,   mereka dikarunia sepuluh orang anak. Putera-puteranya  bernama Amshell   III, Salomon, Nathan, Karlmann (Karl) dan Jacob (James).  Kepada   anak-anaknya, selain mendidik mereka dengan keras soal  pengetahuan   bisnis perbankan dan aneka pengalamannya, Rothschild I juga  menanamkan   kepada mereka keyakinan-keyakinan Talmudian (bukan Taurat)  dengan   intensif.
 Frederich Morton, penulis biografi Dinasti Rothschild menulis, “Setiap    Sabtu malam, usai kebaktian di sinagoga, Amshell mengundang seorang    rabi ke rumahnya. Sambil duduk membungkuk di kursi hijau, mencicipi    anggur, mereka berbincang-bincang sampai larut malam. Bahkan pada hari    kerja pun Amshell sering terlihat mendaras Talmud …dan seluruh keluarga    harus duduk dan mendengarkan dengan tertib.”
  Keluarga Rotschild merupakan keluarga Yahudi yang  berpandangan   Talmudian. Mereka sangat percaya bahwa Tuhan, sesuai  keyakinan dalam   ayat-ayat Talmud, telah memilih bangsa Yahudi sebagai  manusia super,   satu-satunya ras manusia, sedangkan orang lain yang bukan  Yahudi   merupakan ras yang derajatnya sama dan setara dengan hewan.  Mereka sama   sekali tidak perduli dengan orang lain, dan hanya perduli  dengan   kepentingan sesama Yahudi Talmudian
  Wilhelm   von Hanau merupakan seorang kepala negara yang kaya raya dan    berpengaruh. Bisa jadi, bisnis utama Wilhelm yang memiliki sepasukan    tentara sewaan (bisnis ini juga berasal dari bisnis para Templar!)    membuatnya disegani tidak saja di Jerman tetapi juga di wilayah-wilayah    sekitarnya. Wilhelm juga memiliki kekerabatan dengan sejumlah keluarga    kerajaan Eropa lainnya. Inggris merupakan salah satu langganan setia    dalam bisnis tentara sewaannya. Harap maklum, daerah koloni Inggris di    seberang lautan sangat luas dan banyak.
  Dalam bisnis ini, Rothschild bertindak sebagai  dealernya. Karena   kerja Rothschild begitu memuaskan, maka Wilhelm pernah  memberinya hibah   uang sebanyak 600.000 pound atau senilai tiga juta  dollar AS dalam   bentuk deposito. Dari usahanya ini, Wilhelm memiliki  banyak uang.   Ketika meninggal, Wilhelm meninggalkan warisan terbesar  dalam rekor   warisan raja Eropa yakni setara dengan 200 juta dollar AS!  (Maulani;   2002)
  Sumber lainnya mengatakan bahwa uang sebesar tiga  juta dollar AS itu   sebenarnya berasal dari pembayaran sewa tentara  kerajaan Inggris   kepada Wilhelm, namun digelapkan oleh Rothschild (Jewish Encyclopedia, Vol. 10, h.494).
  Dengan bermodalkan uang haram inilah Rothschild  membangun kerajaan   bisnis perbankannya yang pertama dan menjadi bankir  internasional yang   pertama. Sebenarnya, Rothschild I ini tidak membangun  kerajaannya   sendiri. Beberapa tahun sebelumnya ia telah mengirim anak  bungsunya,   Nathan Rothschild yang dianggap paling berbakat ke Inggris  untuk   memimpin bisnis keluarga di wilayah tersebut. Di London Nathan    mendirikan sebuah bank dagang dan modalnya diberikan oleh Rothschild I    sebesar tiga juta dollar AS yang berasal dari uang haram itu.
 Di London, Nathan Rothschild menginventasikan uang itu dalam bentuk emas-emas batangan dari East India Company.    Berasal dari uang haram, diputar dengan cara yang penuh dengan tipu    daya, memakai sistem ribawi yang juga haram, kian berkembanglah bisnis    keuangan keluarga Rothschild ke seluruh Eropa. Berdirilah  cabang-cabang   perusahaan Rothschild di Berlin, Paris, Napoli, dan  Vienna. Rothschild I   menempatkan setiap anaknya menjadi pemimpin usaha  di cabang-cabangnya   itu. Karl di Napoli, Jacob di Paris, Salomon di  Vienna, dan Amshell III   di Berlin. Kantor pusatnya tetap di London.
  Rothschild I meninggal dunia pada 19 September  1812. Beberapa hari   sebelum mangkat, ia menulis sebuah surat wasiat yang  antara lain   berbunyi:
- Hanya keturunan laki-laki yang diperbolehkan berbisnis. Semua posisi kunci harus dipegang oleh keluarga.
- Anggota keluarga hanya boleh mengawini saudara sepupu sekali (satu kakek) atau paling jauh sepupu dua kali (satu paman). Dengan demikian harta kekayaan keluarga tidak jatuh ke tangan orang lain. Awalnya aturan ini dipegang ketat, tapi ketika banyak pengusaha Yahudi lainnya bermunculan sebagai pengusaha dunia, aturan ini dikendurkan, walau demikian hanya boleh mengawini anggota-anggota terpilih.
  Dinasti Rothschild tidak punya sahabat atau sekutu  sejati. Baginya,   sahabat adalah mereka yang menguntungkan kantongnya.  Jika tidak lagi   menguntungkan maka ia sudah menjadi bagian masa lalu dan  dimasukkan ke   dalam tong sampah. Pangeran Wilhelm sendiri akhirnya  dilupakan oleh   Rothschild setelah ia berhasil menilep uangnya. Ketika Inggris   dan Perancis berperang dengan memblokade pantai  lawan masing-masing,   hanya armada Rothschild yang bebas keluar masuk  pelabuhan karena   Rothschild telah membiayai kedua pihak yang berperang  tersebut.
Bank Sentral Inggris dan Utang Sebagai Alat Penjajahan
  Beberapa  orang menyangka jika pendirian Bank of  England, bank sentral  pertama  di dunia, juga akibat campur tangan dari  Dinasti Rothschild.  Anggapan  ini sebenarnya tidak tepat karena  Rothschild I sendiri baru  lahir di  Bavaria pada tahun 1743, sedangkan  Bank of England berdiri  pada 27 Juli  1694.
  Sebelum Dinasti Tameng Merah lahir, jaringan  Luciferian yang terdiri   dari tokoh-tokoh Yahudi berpengaruh dunia yang  dikenal dengan istilah   “Para Konspirator”, para pewaris Templar, Orde  Militeris yang kaya   raya, telah mencanangkan untuk menguasai England  yang menjadi Inggris   sekarang dengan strategi lidah ular: Pertama,  merekayasa pernikahan   keluarga raja Inggris sehingga nantinya para Raja  Inggris berdarah   Yahudi, dan yang kedua lewat provokasi perang melawan  Perancis agar   Inggris memerlukan uang yang banyak di mana pihak  Konspirasi akan   memberi utang kepada Raja Inggris. Dengan utang,  diharapkan kerajaan   besar itu akan takluk.
  Inilah fakta sejarah jika jaringan Yahudi Dunia  sejak dulu telah   menggunakan utang sebagai alat penakluk suatu negeri.  Sekarang,   Indonesia yang kaya raya, juga telah ditaklukkan dan dijajah  oleh   utang. Para tokoh Neo-Liberal di negeri ini yang gemar mengundang  utang   imperialis masuk ke negeri ini merupakan pelayan-pelayan  kepentingan   Luciferian. Banyak orang yang mengaku Islam menjadi  pendukung kelompok   Luciferian ini disebabkan mereka malas berpikir  sehingga mudah ditipu   mentah-mentah.
  Perjalanan para Konspirator dalam menaklukan  Keraaan Inggris diawali   dari suatu pertemuan sejumlah petinggi Ordo  Kabbalah di Belanda.   Mereka menggelar pertemuan dan sepakat untuk  menguasai Tahta Kerajan   Inggris sepenuhnya dengan cara menurunkan  Dinasti Stuart dan   menggantikannya dengan seseorang yang mereka bina  dari Dinasti Hanover   dari Istana Nassau, Bavaria.
  Kala itu, Tahta Kerajaan Inggris tengah diduduki  King Charles II   (1660-1685). Raja Inggris ini masih kerabat dekat Duke  of York. Mary   adalah anak sulung dari Duke of York. Diam-diam, kelompok  Konspirator   mengatur strategi agar Mary yang masih gadis itu bertemu  dengan ‘Sang   Pangeran’ bernama William II, salah seorang pangeran  kerajaan Belanda   dan pemimpin pasukan kerajaan. Mary dan William II pun  bertemu dan   saling tertarik. Pada tahun 1674 mereka menikah. Tahun 1685  King   Charles II meninggal dan digantikan oleh James II yang memerintah    sampai tahun 1688.
  Dari hasil perkawinan antara William II dan Mary,  lahir seorang   putera yang kemudian dikenal sebagai William III, yang  kemudian menikah   dengan seorang puteri dari King James II bernama Mary  II. William III   yang berdarah campuran antara Dinasti Stuart dengan  Dinasti Hanover   ternyata menurut kelaziman tidak bisa menjadi Raja  Inggris disebabkan   ia bukan berasal dari garis keturunan laki-laki  Inggris, melainkan dari   garis perempuan. Mary II, isterinyalah, yang  lebih berhak menyandang   gelar Queen.
 Di sinilah para petinggi Yahudi melancarkan  konspirasi dengan  mengobarkan ‘Glorious Revolution’  dan akhirnya berkat  Partai Whig yang  melakukan kerjasama diam-diam  dengan tokoh-tokoh Yahudi  dan Partai Tory  yang bersikap pragmatis,  revolusi tanpa darah ini  berhasil menaikkan  William III sebagai Raja  Inggris.
Beberapa tahun sebelumnya, lewat tangan Oliver Cromwell, kekuatan Yahudi juga telah ‘menyikat’ King Charles I dan menguasai lembaga-lembaga keuangan di kerajaan itu. Dengan berkuasanya William III maka Inilah awal hegemoni Dinasti Hanover bertahta di Kerajaan Inggris sampai sekarang. Apalagi Dinasti Windsor yang berkuasa di Kerajaan Inggris sekarang merupakan keturunan langsung dari King Edward III (Prince of Wales) yang merupakan keturunan Hanover
Beberapa tahun sebelumnya, lewat tangan Oliver Cromwell, kekuatan Yahudi juga telah ‘menyikat’ King Charles I dan menguasai lembaga-lembaga keuangan di kerajaan itu. Dengan berkuasanya William III maka Inilah awal hegemoni Dinasti Hanover bertahta di Kerajaan Inggris sampai sekarang. Apalagi Dinasti Windsor yang berkuasa di Kerajaan Inggris sekarang merupakan keturunan langsung dari King Edward III (Prince of Wales) yang merupakan keturunan Hanover
  Pada  tahun 1689, Raja Inggris, King William III mendirikan Loyal   Orange  Order yang begitu fanatik mendukung gerakan pembaruan Gereja  yang   dipimpin Martin Luther. Ordo ini menyatakan dengan tegas akan    menjadikan Inggris sebagai basis bagi gerakan Protestan. Pernyataan ini    memiliki pesan yang jelas terhadap Gereja Katolik: “Kami akan    melawanmu!”
  Sejarah memang telah mencatat jika Gereja Katholik  merupakan musuh   bebuyutan para Templar. Para Templar, dan juga para  pewarisnya seperti   kaum Mason dan Rosikrusian, masih sangat ingat  bagaimana Paus Clement   IV berkomplot dengan King Philip V dari Perancis  pada Jumat, 13  Oktober  1307 menumpas dan membantai Templar dari seluruh  Eropa.  Perlawanan dan  penghancuran Gereja (Katolik Roma) merupakan salah  satu  tujuan utama  kelompok Luciferian ini yang berasal dari dendam  sejarah  yang kesumat.
  Loyal  Orange Order sampai hari ini masih bertahan  di Irlandia Utara  dengan  jumlah anggota tak kurang dari angka 100  ribuan. Kelompok  inilah yang  senantiasa mengobarkan api permusuhan  terhadap kaum  Katolik sehingga  sampai sekarang kehidupan masyarakat di  sana tidak  pernah sepi dari  konflik Protestan-Katolik.
  King William III sendiri menceburkan diri dalam  peperangan melawan   Perancis yang mayoritas Katolik. Inggris menderita  kerugian yang   banyak. Utang pun menumpuk. Inilah awal berdirinya Bank of  England   sebagai bank sentral swasta pertama di dunia, seperti yang  telah   disinggung di muka.
 William G. Carr dalam bukunya “Yahudi Menggenggam  Dunia” (Pustaka   Alkautsar, 1991) mencatat kronologi perjalanan  petualangan Oliver   Cromwell sebagai kaki tangan tokoh Yahudi-Inggris  setelah kematian King   Charles I pada 30 Januari 1649. Inilah  kronologinya singkatnya:
- 1649, Cromwell menyerbu Irlandia dengan dukungan dana dari lobi Yahudi internasional sehingga terjadi peperangan antara Inggris Protestan melawan Irlandia Katolik.
- 1651, Charles II, putera King Charles I, memerangi Cromwell tapi gagal. Ia dibuang ke Perancis.
- 1652, Inggris melibatkan diri berperang melawan Belanda.
- 1653, Cromwell mengangkat dirinya sebagai The Lord Defender of Great Britain.
- 1654, Inggris terlibat perang Eropa lagi.
- 1656, Amerika yang masih menjadi jajahan Inggris bergolak dan akhirnya menjadi negara merdeka.
- 1657, Cromwell meninggal dunia. Puteranya, Richard, menjadi penguasa Inggris.
- 1659, Richard mengakhiri persekongkolan dengan Yahudi Internasional, ia mengundurkan diri dari kekuasaan.
- 1660, Jenderal Monk dari angkatan bersenjata Inggris menduduki London. Charles II diangkat menjadi raja Inggris.
- 1661, Skandal persekongkolan antara Cromwell dengan kubu Yahudi Internasional terungkap. Warga London geger dan marah. Makam Cromwell dibongkar paksa.
- 1662, Gereja resmi Inggris, Anglikan, menindas umat Protestan.
- 1664, Inggris kembali berperang melawan Belanda.
- 1665, Krisis ekonomi melanda Inggris. Pengangguran dan kelaparan merebak. Di tahun itu juga terjadi kebakaran besar yang menghanguskan sebagian kota London, disusul wabah penyakit lepra.
- 1666, Inggris terlibat perang dengan Belanda dan Perancis.
- 1667, Ordo Kabbalah yang secara rahasia masih eksis di Inggris melancarkan gerakan sabotase ke kalangan elit pemerintahan. Sejarah Inggris mengenalnya sebagai gerakan Kabal. Akibatnya muncul gelombang baru penindasan agama dan politik di Inggris.
- 1674, Setelah menggelar pertemuan internal di Belanda, Kelompok Yahudi Internasional sepakat menguasai Kerajaan Inggris sepenuhnya dengan melengserkan King Charles II dan menaikkan seseorang yang bisa dikendalikan. Pada tulisan di muka hal ini telah disinggung, yakni penobatan King William III yang masih berdarah Dinasti Hanover.
- 1683, Konspirasi berupaya membunuh King Charles II dan Duke of York tapi gagal.
- 1685, King Charles II meninggal dunia. Duke of York yang beragama Katolik naik tahta dengan gelar King James II. Konspirasi menyebarkan desas-desus untuk menentang raja baru itu. Rakyat banyak yang termakan isu ini. Akibatnya banyak rakyat yang ditangkap pihak kerajaan. Nama King James II menjadi tidak popular di mata rakyat.
- 1688, setelah King James II sudah tidak lagi mendapat dukungan rakyatnya, Konspirasi Yahudi Internasional memprovokasi pangeran William of Orange dari Belanda untuk menyerbu Inggris, dengan dukungan kapal-kapal perangnya menuju pantai Inggris. King James II akhirnya turun tahta dan kabur ke Perancis.
- 1689, William of Orange atau William III dan Queen of Mary –keduanya Protestan—mengukuhkan diri sebagai Raja dan Ratu Inggris. Sementara itu James II kabur lagi ke Irlandia, sebuah wilayah Katolik. Pasukan Inggris sendiri terpecah antara yang Protestan dengan yang Katolik. Yang Protestan mendukung William III sedang yang Katolik berupaya mengembalikan James II ke tahtanya. Perang saudara pun tak terelakkan pada 12 Juli 1689.
  Sampai sekarang, rakyat Inggris masih mengenang  peristiwa tersebut   tanpa banyak yang menyadari bahwa perang saudara itu  sesungguhnya   sengaja dibuat oleh Konspirasi Yahudi Internasional, untuk  menguasai   perekonomian negara besar Eropa itu. Hasilnya, berdirilah Bank  of   England, bank sentral swasta pertama di dunia (1694), yang dimiliki    Konspirasi Yahudi tersebut.
  Inggris terus dibuat untuk berperang, sehingga kas  kerajaan terkuras   dan hutang bertambah banyak. Jerat yang dipasang para  pemilik modal   Yahudi kini telah mengikat mangsanya. Kian lama kian kuat,  mencekik.   Inggris pun jatuh ke dalam kekuasaan mereka hanya dengan  modal awal   £1.250.000!
Dari Inggris Mendirikan AS
  Setelah menaklukkan kerajaan Inggris, pihak  Konspirasi Yahudi   Internasional kini mengarahkan wajahnya ke sebuah  benua baru yang masih   menjadi koloni Inggris di seberang Samudera  Atlantik: Amerika.   Jauh-jauh hari sebenarnya mereka telah mempersiapkan  hal ini lewat   salah seorang agennya bernama Christopher Colombus. Orang  ini  merupakan  anggota Knights of Christ, pelaian Templar yang mukim di   Italia,  Portugis, dan Spanyol. Semasa remajanya, Colombus malah menjadi   orang  kepercayaan Rene de Anjou, Grand Master Persaudaraan di Italia.
  Demikianlah,  Amerika Serikat memang dipersiapkan  jauh-jauh hari  sebagai The Second  Promise Land, selain Yerusalem, bagi  bangsa Yahudi.  Nama lain kota New  York saja adalah The New Jerusalem.  Pada 4 Juli 1776, tokoh-tokoh Mason  Amerika menandatangani Declaration  of Independence.  Berdirilah satu  negara Masonik yang dipersiapkan  sebagai The  Headquarter, markas besar,  gerakan Ordo Kabbalah dalam  menaklukkan  dunia kelak, menuju tatanan  dunia baru yang sepenuhnya  sekular. Suatu  cita-cita Masonik yang  ditorehkan pada lambang negara AS:  Novus Ordo Seclorum.
  Tidak  seperti sekarang, Eropa waktu itu merupakan  sebuah benua yang  terbagi  dalam banyak kerajaan besar kecil, serta  sejumlah wilayah  kecil otonom  (Principalis), semacam kabupaten yang  merdeka, seperti  Monaco dan  Lechtenstein. Saat itu Inggris dan Perancis  merupakan dua  negara  kerajaan yang paling berpengaruh.
Setelah Inggris berhasil dikuasai dan para tokoh Mason Amerika berhasil memproklamirkan kemerdekaan negara itu, maka Konspirasi Yahudi Internasional berusaha untuk menaklukkan Perancis. Baron Rothschild merupakan salah satu tokoh sentral dalam Konspirasi Yahudi Internasional untuk menaklukkan Perancis.
Setelah Inggris berhasil dikuasai dan para tokoh Mason Amerika berhasil memproklamirkan kemerdekaan negara itu, maka Konspirasi Yahudi Internasional berusaha untuk menaklukkan Perancis. Baron Rothschild merupakan salah satu tokoh sentral dalam Konspirasi Yahudi Internasional untuk menaklukkan Perancis.
  Tahun  1773, Baron Rothschild dan 12 tokoh Yahudi  lainnya berkumpul di   kediamannya di Bavaria. Mereka membahas berbagai  perkembangan Eropa   terakhir, termasuk mengevaluasi hasil-hasil upaya  Konspirasi di   Inggris. Dalam pertemuan inilah, nama Adam Weishaupt  disebut oleh   Rothschild sebagai seseorang yang bisa dipercaya untuk  menjalankan   tugas dari Konspirasi.
  Dalam pertemuan itu, Baron Mayer juga membacakan 25  butir strategi   penguasaan dunia yang kelak  dalam Kongres Zionis  Internasional I di   Basel-Swiss tahun 1897 disahkan dengan nama  Protocolat Zionis.
  Baron Mayer atau Rothschild I juga mengatakan jika  Konspirasi   dianggap terlalu lamban dalam melakukan program yang  direncanakan untuk   Inggris, akibatnya penguasaan Inggris secara total  terhambat oleh   hal-hal kecil. Namun hal-hal kecil ini bisa dianggap  tidak berpengaruh   besar bagi upaya penguasaan oleh Konspirasi. Walau  demikian, hal-hal   kecil ini dianggap tidak boleh dibiarkan.
Beberapa kelompok berpengaruh di Inggris ada yang masih mampu bertahan menghadapi Konspirasi.
Beberapa kelompok berpengaruh di Inggris ada yang masih mampu bertahan menghadapi Konspirasi.
  Rothschild segera memerintahkan agar pelaksanaan  program dipercepat   dan menyingkirkan oposisi secepatnya dengan segala  cara yang bisa   diambil. Jika perlu, segenap lapisan masyarakat Inggris  harus dikuasai   dengan jalan teror atau kekerasan.
  Dalam pertemuan itu, Rothschild juga menekankan  kepada para undangan   bahwa apa-apa yang telah dihasilkan di Inggris  sesungguhnya bukanlah   apa-apa jika dibandingkan dengan apa yang akan  mereka perbuat atas   Perancis. Skema besar untuk meletupkan Revolusi  Perancis pun di bahas   dengan serius.
  Ini merupakan satu mata rantai dari sejumlah  pertemuan para  Konspiran  untuk menggodok Revolusi Perancis. Dalam  pertemuan di  Frankfurt ini,  agenda yang telah dirancang dipermatang dan  upaya  penggalangan dana  pun di mulai dari ‘markas’ Rothschild tersebut.
Menurut penilaian sosiologis dan psikologi massa yang dilakukan Konspirasi, situasi yang tengah dihadapi Perancis saat itu memang menggambarkan dengan baik apa yang sebenarnya tengah terjadi di Eropa: perekonomian tengah lesu, utang menumpuk, pengangguran di mana-mana, lapangan pekerjaan nyaris tidak bergerak, sektor industri macet, dan bencana kelaparan di ambang pintu.
Menurut penilaian sosiologis dan psikologi massa yang dilakukan Konspirasi, situasi yang tengah dihadapi Perancis saat itu memang menggambarkan dengan baik apa yang sebenarnya tengah terjadi di Eropa: perekonomian tengah lesu, utang menumpuk, pengangguran di mana-mana, lapangan pekerjaan nyaris tidak bergerak, sektor industri macet, dan bencana kelaparan di ambang pintu.
  Jurang kesenjangan ekonomi yang terjadi antara  buruh dan rakyat   kebanyakan dengan para bangsawan, pemilik modal, dan  raja-raja demikian   besar dan dalam. Menurut teori revolusi, dalam  kondisi demikian  buruk,  massa rakyat telah siap untuk menyambut siapa  pun yang tampil  secara  meyakinkan untuk menciptakan kehidupan yang lebih  baik. Massa  rakyat  telah menjadi semacam tumpukan jerami kering yang  hanya dengan  percikan  api sedikit saja akan bisa terbakar dan meluas  dengan sangat  cepat.  Kondisi di Perancis merupakan yang terparah.
  Di tengah kondisi demikian, lewat corong media yang  dikuasainya,   Konspirasi meniupkan aneka slogan yang muluk-muluk dan  melemparkan   semua kesalahan kepada penguasa dan orang-orang kaya,  sehingga rakyat   Perancis kian membenci mereka. Kehancuran dan kerusuhan  tinggal   menunggu hitungan hari. Sebuah rencana besar siap digelindingkan  oleh   Konspirasi.
  Salah satu rumus baku dalam gerakan massa adalah:  menjelek-jelekkan   masa sekarang, di saat bersamaan mengingatkan massa (rakyat) akan   kegemilangan masa lampau dan meyakinkan massa rakyat bahwa  masa depan   akan bisa menjadi lebih gemilang, mengulangi masa-masa  keemasan di   zaman silam, jika massa mau dan siap bergerak  menumbangkan  status-quo.  Ini berlaku di mana saja.
 Untuk menyatukan langkah gerakan massa, Konspirasi  menciptakan tiga  slogan gerakan: Liberté, Egalité, dan Fraternité   (Kemerdekaan,  Persamaan, dan Persaudaraan). Sebuah slogan yang mampu   membius massa  rakyat Perancis sehingga rela mengorbankan apa saja demi   memenuhinya.  Slogan ini secara terus-menerus diperdengarkan ke telinga   rakyat  Perancis sehingga setiap orang Perancis saat itu sangat hapal   dengan  tiga istilah di atas saat itu, bahkan kemudian dunia juga  hafal.
  Walau terdengar sangat indah, namun tiga istilah di  atas bagi   Konspirasi Yahudi Internasional memiliki arti yang sama  sekali beda.   Bagi kelompok ini, Liberté sesungguhnya berarti  Kemerdekaan  bagi  mereka, kebebasan bagi mereka, bagi para pemilik  modal, untuk  berbuat  apa saja terhadap Perancis.
Egalité  yang sesungguhnya bermakna Persamaan, bagi  Konspirasi  diartikan  sebagai persamaan di kalangan mereka untuk bisa  bersama-sama,  gotong  royong, di dalam usahanya menguasai perekonomian  Perancis.
 Sedangkan Fraternité memiliki  arti sebagai  Persaudaraan antara  kelompok mereka sendiri, di mana di  dalam setiap  usahanya, mereka harus  saling tolong-menolong,  bantu-membantu, agar  kepentingan kelompok  mereka bisa dicapai. Inilah  hakikat tiga slogan  Revolusi Perancis. Jadi  Persaudaraan hanya  terbatas pada kelompoknya  saja.
  Pada  14 Juli 1789, massa rakyat berbondong-bondong  menuju penjara  Bastille,  perancis. Penjara yang bagaikan benteng itu  dibakar. Para  narapidana  melarikan diri dan menimbulkan kerusuhan dan  perampokan di  mana-mana.  Penyerbuan ke penjara benteng Bastille ini  menandai di  mulainya  Revolusi Perancis. Hari demi hari berjalan dengan   perkmebangan yang  tidak bisa diduga. King Louis XVI dan Marie  Antoinette  ditangkap dan  dijebloskan kedalam penjara. Tidak lama  kemudian keduanya  dihukum mati,  dipancung di atas Guilotin.
  Mirabeau  yang awalnya didukung Konspirasi, kini  malah diburu. Dia  sebenarnya  seorang yang cerdas, dan menjadi curiga dan  dengan cepat ia  menyadari  akan bahaya yang mengancam dirinya. Namun  Mirabeau  terlambat, mesin  propaganda Konspirasi telah bekerja begitu  cepat dan  efektif  melancarkan fitnah terhadapnya.
Gagal menyeret Mirabeau ke pengadilan, akhirnya pihak Konspirasi meracuni Mirabeau hingga tokoh ini menemui ajal. Jenazah Mirabeau diatur sedemikian rupa untuk mengesankan dia bunuh diri. Sejumlah selebaran dan berita-berita yang mendukung ‘bunuh diri’ Mirabeau ini dicetak dan disebarluaskan ke Eropa.
Gagal menyeret Mirabeau ke pengadilan, akhirnya pihak Konspirasi meracuni Mirabeau hingga tokoh ini menemui ajal. Jenazah Mirabeau diatur sedemikian rupa untuk mengesankan dia bunuh diri. Sejumlah selebaran dan berita-berita yang mendukung ‘bunuh diri’ Mirabeau ini dicetak dan disebarluaskan ke Eropa.
  Kematian Mirabeau kemudian diikuti dengan  berkuasanya pemerintahan   teror di Perancis. Pada masa ini, tiap hari  rakyat Perancis menyaksikan   ribuan orang tiap hari digiring menuju pisau  Guilotin. Roberspierre   dan Danton ditugaskan Konspirasi untuk menjadi  algojonya. Setelah   dianggap menyelesaikan tugasnya, kedua orang ini,  Roberspierre dan   Danton pun dibunuh dengan keji. Pemerintahan teror  mencapai puncaknya   antara tanggal 27 April hingga 27 Juli 1794.
  Satu  hari sebelum Roberspierre diseret ke tempat hukuman mati, di   depan  Majelis Nasional, Roberspierre sempat menyampaikan orasi yang   menyerang  Konspirasi dan membuka tirai mereka dengan mengatakan ada   sebuah  organisasi rahasia yang bekerja dan menjadi dalang Revolusi   Perancis.  Roberspierre dengan tegas mengatakan, “Aku tidak berani    menyebut nama mereka di tempat ini dan disaat ini pula. Aku juga tidak    bisa membuka tirai yang menutupi kelompok ini sejak awal terjadinya    peristiwa revolusi. Akan tetapi, aku bisa meyakinkan Anda sekalian, dan    aku percaya sepenuhnya, bahwa di antara penggerak revolusi ini ada  kaki   tangan yang diperalat dan melakukan kegiatan amoral dan penyuapan    besar-besaran. Kedua sarana itu merupakan taktik yang paling efektif    untuk menghancurkan negeri kita yang kita cintai ini…”
  Roberspierre,  seorang Mason yang diberi kesempatan  lebih untuk  mengetahui lebih  banyak dari yang seharusnya, ternyata  dinilai 13  petinggi Konspirasi  Yahudi Internasional telah bertindak  melampaui  batas. Mereka menetapkan  jika Roberspierre harus mati. Maka  dalam  waktu dekat, Roberspierre pun  diseret ke tempat hukuman mati  dengan  tuduhan yang dibuat-buat.
  Sejarah mencatat bahwa di tengah kondisi Perancis  yang porak-poranda   dan berkecamuknya kerusuhan serta situasi yang tidak  menentu,   muncullah Napoleon Bonaparte yang penuh kharismatik lewat  sebuah   kudeta. Sebagai seorang pemimpin militer, Napoleon meyakini  kerusuhan   di dalam negeri harus diakhiri. Caranya adalah dengan  menciptakan satu   musuh dari luar yang mampu menjadi musuh bersama bagi  rakyat Perancis   (The Common Enemy). Ide besar Napoleon ini didukung oleh  Konspirasi
  Naiknya  Napoleon dalam peta politik Perancis  didukung sepenuhnya oleh   Konspirasi. Demikian pula dengan tumbangnya  Napoleon yang juga   dimanfaatkan oleh Konspirasi. Bagi Konspirasi Yahudi  Internasional,   kesetiaan pada kepentingan adalah yang utama, bukan  kepada personal.
  Salah satu peristiwa yang sangat penting dalam  perjalanan Eropa,   terutama bagi Inggris dan Perancis adalah Palagan  Waterloo, yang yang   terjadi pada tanggal 18 Juni 1815 di sebuah wilayah  yang kini berada di   Belgia, antar pasukan Napoleon Bonaparte melawan  pasukan Eropa yang   dipimpin Panglima Perang Kerajaan Inggris,  Wellington.
  Hasil  dari pertempuran besar ini akan sangat  berpengaruh pada Eropa  di masa  depan. Jika Napoleon keluar sebagai  pemenang, maka Perancis  akan  menjadi tuan atas seluruh daratan Eropa.  Namun jika Napoleon bisa   dikalahkan maka Inggris akan menjadi penguasa  keuangan Eropa yang tak   kan tergoyahkan.
  Ketika dua kekuatan saling berhadapan di medan  perang, pasar bursa   saham di London benar-benar seperti orang yang  sedang demam, panas   dingin dengan keringat yang terus keluar, menantikan  hasil akhirnya.   Betapa tidak, jika Grande Armee de France Napoleon Bonaparte   menang maka bisa dipastikan perekonomian Inggris  akan hancur. Namun   jika Wellington menang, perekonomian negara itu akan  melonjak drastis,   meroket ke puncak kejayaan dengan menguasai Perancis.
  Hal ini diketahui Nathan Rothschild dan segera  mengumpulkan  agen-agen  terbaiknya dan mengirim mereka ke Waterloo untuk  mengumpulkan   informasi seakurat mungkin. Agen-agen tambahan ditempatkan  di beberapa   pos komando yang mampu bergerak cepat kapan saja untuk  memberi   bantuan, dukungan, maupun segi-segi teknis lainnya.
  Tanggal 15 Juni 1815, tiga hari sebelum D-Day,  seorang agen   kepercayaan Rothschild dengan langkah tergesa menaiki  sebuah perahu   cepat melalui Selat Channel menuju Pantai Dover di  Inggris. Orang itu   membawa laporan intelijen dari agen-agen Rothschild  di lapangan terkait   perkembangan terakhir di lapangan. Agen khusus itu  tiba di Folkstone   dini hari dan dijemput oleh Rothschild pribadi. Dengan  cepat dan   seksama Rothschild membaca seluruh isi laporan tersebut dan  langsung   bergegas ke pasar bursa London. Di pasar bursa itu Rothschild  sudah   menaruh banyak agennya yang telah siap diperintah kapan pun.
  Dengan wajah dingin dan kaku seperti biasanya,  Nathan Rothschild   memasuki gerbang pasar bursa. Seperti biasa, ia  berdiri di dekat ‘Pilar   Rothschild’ kesukaannya. Agen-agen Rothschild  yang sudah berada di   pasar bursa sejak beberapa hari lalu, dengan wajah  yang juga dingin   menunggu isyarat dari bosnya. Entah isyarat apa yang  diberikan   Rothschild, tiba-tiba saja orang-orang Rothschild ini mulai  menumpahkan   surat-surat berharga senilai ratusan ribu dollar ke pasar.  Begitu   kertas-kertas berharga ini dilempar ke pasar dalam jumlah besar,    nilainya dengan cepat merosot tajam.
  Nathan tetap diam di pilarnya. Ia terus menjual,  dan menjual. Nilai   kertas-kertas berharga ambruk tidak tertolong.  Pialang-pialang lain   mulai gelisah melihat sikap Rothschild yang begitu  berani melepas semua   saham-sahamnya tanpa ampun bagai membuang  kertas-kertas yang tidak  ada  harganya sama sekali. Mereka mulai  berspekulasi, bisik-bisik mulai   menyebar di antara mereka. Pasar bursa  London berdengung bagai suara   lebah, “Rothschild sudah tahu! Rothschild  sudah tahu! Wellington kalah   di Waterloo! Napoleon menang!”
  Kepanikan meletus di lantai bursa. Semua pialang  mengikuti ulah   Rothschild, menumpahkan kertas-kertas berharganya ke  pasar tanpa peduli   menjadi berapa pun harganya. Tak hanya uang, logam  mulia seperti emas   dan perak pun dilepas dengan harga obral besar. Hanya  satu harapan   mereka: berupaya sekuat tenaga mempertahankan kekayaan  yang masih   tersisa di tangannya. Semuanya terus menukik tajam.  Kertas-kertas   berharga berserakan di lantai bursa bagaikan gunungan  sampah.
  Setelah semua harga saham jatuh, dengan wajah tetap  dingin, Nathan   memberi isyarat lain kepada para agennya. Bandul mulai  bergerak   berlawanan. Dengan sangat cepat, para agen Rothschild yang  tadinya   melepas sahamnya, sekarang melesat ke tiap meja yang ada dan  memborong   seluruh kertas berharga yang teronggok di atas meja dan  bertebaran di   lantai. 
  Kepanikan telah menyebabkan banyak pialang dan  pengusaha tidak  lagi  bisa berpikir jernih. Mereka tidak lagi melihat  perubahan sikap  dari  Rothschild. Dalam hitungan menit, semua saham,  kertas berharga,  emas,  perak, dan sebagainya kini telah jatuh ke tangan  satu orang:   Rothschild. Dia menjadi penguasa tunggal dengan modal yang  tidak   seberapa.
  Beberapa hari kemudian berita yang sesungguhnya  tentang Palagan   Waterloo tiba di London. Wellington menang! Wellington  menang! Harga   saham, kertas berharga, dan sebagainya yang tadinya begitu  murah,   dengan cepat melesat meninggi. 
  Kekayaan Rothschild dalam waktu  hanya  semalam menjadi berlipat-lipat  jumlahnya. Tak kurang dari duapuluh  kali  lipat! Rakyat kebanyakan  meloncat-loncat kegirangan di jalanan.  Sedang  para pengusaha banyak  yang merasakan mati sebelum waktunya.  Mereka  kini telah menjadi budak  dari Tuan Rothschild, sang penguasa  Inggris  dan Eropa yang  sesungguhnya. Perekonomian Inggris jatuh ke bawah  sepatu  Nathan  Rothschild pada tahun 1815. Tiga tahun kemudian Perancis   menyusul  Inggris dan jatuh ke bawah sepatu yang sama.
  Frederich Morton, penulis Biografi Dinasti  Rothschild menulis, jika   dahulu mereka sangat terbuka dalam berbisnis  dan menjadi pusat   pemberitaan selebritis dunia, maka kini hal itu tidak  lagi menjadi   kebiasaan keluarga kaya raya tersebut. “Setelah itu mereka  menyelimuti   kehadirannya dengan kesenyapan, tak terdengar dan tak  terlihat…”   Menurut Morton, hal ini dilakukan sebagai strategi baru  keluarga ini   untuk tetap eksis dalam tujuan utamanya memonopoli dunia,  menciptakan  The New World Order.
Rothschild dan Pendirian Federal Reserve
  Ketika  Amerika masih terbagi dalam 13 koloni  Inggris, Benjamin  Franklin  mengunjungi London dan menemui sejumlah  pemodal Yahudi  berpengaruh di  sana. Dalam pertemuan yang dicatat dalam  Dokumen Senat  Amerika halaman  98 butir 33, yang ditulis Robert L. Owen,  mantan  kepala komisi bank dan  keuangan Kongres AS, dilaporkan bahwa   wakil-wakil perusahaan  Rothschild di London menanyakan kepada Benjamin   Franklin hal-hal apa  saja yang bisa membuat perekonomian koloni  Inggris  di seberang lautan  itu bisa maju.
  Franklin  yang masih tercatat sebagai anggota  Freemasonry Inggris  menjawab,  “Masalah itu tidak sulit. Kita akan  mencetak mata uang kita  sendiri,  sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan  oleh industri yang  kita  miliki.”
  Insting bisnis Rothschild segera bekerja. Ini  merupakan satu   kesempatan besar untuk menangguk untung di koloni Inggris  ini. Namun   sebagai langkah awal, hak untuk mencetak uang sendiri bagi  koloni di   seberang lautan tersebut masih dilarang oleh Inggris sampai  waktu yang   ditentukan. Namun persiapan ke arah itu sudah dijalankan.  Inggris saat   itu memang sudah jatuh dalam pelukan Konspirasi.
  Amschell Mayer Rothschild sendiri saat itu masih  sibuk di Jerman   mengurus bisnisnya, yang salah satu cabang usahanya  adalah   mengorganisir tentara bayaran (The Mercenaries)  Jerman bagi   Inggris untuk menjaga koloni-koloni Inggris yang sangat  luas. Usulan   mencetak mata uang sendiri bagi Amerika, lepas dari sistem  mata uang   Inggris, akhirnya tiba di hadapan Rothschild. 
  Setelah  memperhitungkan  segala laba yang akan bisa diperoleh,  demikian pula  dengan penguasaan  politisnya, maka Rothschild akhirnya  menganggukkan  kepalanya. Dengan  cepat lahirlah sebuah undang-undang  yang memberi hak  kepada pemerintah  Inggris di koloni Amerika untuk  mencetak mata uangnya  sendiri bagi  kepentingan koloninya tersebut.  Seluruh asset koloni  Amerika pun  dikeluarkan dari Bank Sentral  Inggris, sebagai pengembalian  deposito  sekaligus dengan bunganya yang  dibayar dengan mata uang yang  baru. Hal  ini menimbulkan harapan baru  di koloni Amerika. Tapi benarkah  demikian?
  Dalam jangka waktu setahun ternyata Bank Sentral  Inggris—lewat   pengaruh pemodal Yahudi—menolak menerima pembayaran lebih  dari 50% dari   nilai mata uang Amerika, padahal ini dijamin oleh  undang-undang yang   baru. Dengan sendirinya, nilai tukar mata uang  Amerika pun anjlok   hingga setengahnya. “…Masa-masa makmur telah  berakhir, dan berubah   menjadi krisis ekonomi yang parah. Jalan-jalan di  seluruh koloni   tersebut kini tidak lagi aman,” demikian paparan Benjamin  Franklin yang   tercatat dalam Dokumen Kongres AS nomor 23.
  Belum cukup dengan itu, pemerintah pusat Inggris  memberlakukan pajak   tambahan kepada koloninya tersebut yakni yang  dikenal sebagai Pajak   Teh. Keadaan di koloni Amerika bertambah buruk.  Kelaparan dan kekacauan   terjadi di mana-mana. Ketidakpuasan rakyat  berbaur dengan ambisi   sejumlah politikus. Situasi makin genting. Dan  tangan-tangan yang tak   terlihat semakin memanaskan situasi ini untuk  mengobarkan apa yang   telah terjadi sebelumnya di Inggris dan Perancis:  Revolusi.
  Dalam sejarah dunia, revolusi merupakan hal yang  dibutuhkan   tokoh-tokoh dalam bayangan gelap untuk menguasai suatu negara  atau   suatu wilayah dengan cepat. Tak perduli berapa juta rakyat menjadi    korbannya.
  Sejarah  mencatat, bentrokkan bersenjata antara  pasukan Inggris  melawan pejuang  kemerdekaan Amerika Serikat terjadi pada  19 April  1775. Jenderal  George Washington diangkat menjadi pimpinan  kaum  revolusioner. Selama  revolusi berlangsung, Konspirasi Yahudi   Internasional seperti biasa  bermain di kedua belah pihak. Yang satu   mendukung Inggris, memberikan  utang dan senjata untuk memadamkan   ‘pemberontakan kaum revolusioner’,  sedang yang lain mendukung kaum   revolusioner dengan uang dan juga  senjata. Tangan-tangan Konspirasi   menyebabkan Inggris kalah dan pada 4  Juli 1776, sejumlah tokoh Amerika   Serikat mendeklarasikan  kemerdekaannya.
  Merdeka secara politis ternyata tidak menjamin  kemerdekaan penuh   secara ekonomis. Kaum pemodal Yahudi dari Inggris  masih saja merecoki   pemerintahan yang baru saja terbentuk. Rothschild  dan seluruh   jaringannya tanpa lelah terus menyusupkan agen-agennya ke  dalam tubuh   Kongres. Dua orang agen mereka, Alexander Hamilton dan  Robert Morris   pada tahun 1783 berhasil mendirikan Bank Amerika (bukan  bank sentral),   sebagai ‘wakil’ dari Bank Sentral Inggris.
  Melihat  gelagat yang kurang baik, Kongres  membatalkan wewenang Bank  Amerika  untuk mencetak uang. Pertarungan  secara diam-diam ini  berlangsung amat  panas. Antara kelompok pemodal  Yahudi dengan sejumlah  tokoh Amerika,  yang herannya banyak pula yang  merupakan anggota  Freemasonry, untuk  menguasai perekonomian negara yang  baru ini.
  Thomas Jefferson menulis surat kepada John Quincy  Adams, “Saya yakin   sepenuhnya bahwa lembaga-lembaga keuangan ini lebih  berbahaya bagi   kemerdekaan kita daripada serbuan pasukan musuh. Lembaga  keuangan itu   juga telah melahirkan sekelompok aristokrat kaya yang  kekuasaannya   mengancam pemerintah. Menurut hemat saya, kita wajib  meninjau hak   mencetak mata uang bagi lembaga keuangan ini dan  mengembalikan wewenang   itu kepada rakyat Amerika sebagai pihak yang  paling berhak.”
  Mengetahui surat ini, para pemodal Yahudi amat  marah. Nathan   Rothschild secara pribadi mengancam Presiden Andrew  Jackson akan   menciptakan kondisi Amerika yang lebih parah dan krisis    berkepanjangan.  Tapi Presiden Jackson tidak gentar. “Anda sekalian    tidak lain adalah kawanan perampok dan ular. Kami akan menghancurkan    kalian, dan bersumpah akan menghancurkan kalian semua!”
 Pemodal Yahudi benar-benar marah sehingga mendesak Inggris agar menyerbu Amerika dan terjadilah perang lagi pada tahun 1816.
  William  Guy Carr telah merinci kejadian demi  kejadian ini dengan  sangat bagus.  Presiden Abraham Lincoln sendiri pada  malam tanggal 14  April 1865  dibunuh oleh seorang Yahudi bernama John  Dickles Booth.  Konspirasi  memerintahkan pembunuhan ini karena mengetahui  bahwa  Presiden Lincoln  akan segera mengeluarkan sebuah undang-undang  yang  akan menyingkirkan  hegemoni Konspirasi terhadap Amerika. Si  pembunuh  Lincoln, Dickles  Booth, berhubungan dengan Yahuda B. Benjamin,  seorang  agen Rothschild  di Amerika. Booth sendiri tertangkap dan  dihukum,  sedangkan pihak  Konspirasi tetap aman.
  Bagi yang tertarik  mendalami masa-masa awal  berdirinya negara   Amerika Serikat, pertarungan antara pihak  Kongres-Nasionalis dengan   para pemodal Yahudi Internasional dalam  menguasai perekonomian AS   hingga The Federal Reserve atau Bank Sentral  Amerika berdiri, yang   lucunya dimiliki oleh swasta bukan pemerintah,  bisa membaca buku   William Guy Carr yang telah diterjemahkan ke dalam  bahasa Indonesia   oleh penerbit Pustaka Alkautsar berjudul “Yahudi  Menggenggam Dunia”,   sebuah buku lagi yang juga saya rekomendasikan  adalah The Creature From   Jekyll Island: A Second Look at the Federal  Reserve (American Opinion   Publishing, Inc; 1994) karya Edward Griffin,  yang edisi Indonesianya   telah diterbitkan oleh Esok Press dengan judul  “Serial The Fed 1:   Monster dari Jekyll Island, Sebuah Studi Mendalam  Tentang The Federal   Reserve” yang didistribusikan oleh LSM PaRaM. 
  Dalam  kedua buku  tersebut, kita akan bisa memahami bahwa sesungguhnya  bangsa  Amerika  sekarang ini telah menjadi kuda tunggangan, sedang  dijajah, oleh  satu  kekuatan bayangan yang disebut Konspirasi Yahudi  Internasional.  Bahkan  kita akan mendapat kesimpulan yang kuat dan  mengagetkan: Negara  Amerika  Serikat serta seluruh warganegara dan  asset-asetnya sebenarnya  milik  dari The Federal Reserve.
  Dalam salah satu kertas presentasinya, seorang  profesor Amerika   dengan nama samaran “Aristoteles”, menguraikan  sebab-sebab kebangkrutan   pemerintah Amerika Serikat berjudul “U.S Government Bankruptcy Proceedings”.  Walau hanya berisi pokok-pokok peristiwa, namun makalah tersebut sangat penting untuk diketahui. Inilah salinannya:
- Sebelum tahun 1913, pemerintah Amerika memperoleh dana dari tarif impor. Pada saat itu belum ada pajak dikenakan pada warganegara. Mata uang Amerika dibuat dari logam asli atau yang bisa dihargai/dikembalikan sebagai logam—dikenal sebagai “uang asli”.
- Pada tahun 1913 para bankers memutuskan bahwa telah terjadi kekurangan mata uang di Amerika dan pemerintah Amerika tidak bisa menerbitkan mata uang lagi karena semua emas cadangannya telah terpakai.
- Agar ada sirkulasi tambahan uang, kelompok orang mendirikan satu bank yang dinamakan “The Federal Reserve Bank of New York”.
- Kemudian Federal Reserve Bank di New York menjual stock yang dimiliki dan dibeli oleh mereka sendiri senilai US$ 450.000.000 melalui bank-bank sebagai berikut: Rothschild Bank of London, Rothschild Bank of Berlin, Warburg Bank of Hamburg, Warburg Bank of Amsterdam (Keluarga Warburg mengontrol German Reichsbank bersama Keluarga Rothschild), Israel Moses Seif Bank of Italy, Lazard Brothers of Paris, Citibank, Goldman & Sach of New York, Lehman & Brothers of New York, Chase Manhattan Bank of New York, dan Kuhn & Loeb Bank of New York.
- Karena bank-bank tersebut mempunyai cadangan emas yang besar, maka bank tersebut dapat mengeluarkan mata uang yang dengan jaminan emas tersebut dan mata uang tersebut disebut “Federal Reserve Notes”. Bentuknya sama dengan mata uang Amerika dan masing-masing dapat saling tukar.
- Untuk membayar bunga, pemerintah Amerika menciptakan pajak. Jadi sebenarnya warganegara Amerika membayar bunga kepada Federal Reserve. Pajak ini dimulai tahun 1913, pada tahun yang sama Federal Reserve Bank didirikan. Seluruh pajak yang terkumpul dibayarkan ke Federal Reserve sebagai bunga atas pinjaman.
- Awal tahun 1929, Federal Reserve berhenti menerima uang emas sebagai bayaran. Yang berlaku hanya ‘uang resmi’. Federal Reserve mulai menarik uang kertas yang dijamin emas dari sirkulasi dan menggantinya dengan ‘uang resmi’.
- Sebelum tahun 1929 berakhir, ekonomi Amerika mengalami malapetaka (dikenal dengan masa ‘Great Depression’).
- Tahun 1931, Presiden Amerika Hoover mengumumkan kekuarangan budjet sebesar US$ 902.000.000.
- Tahun 1932 Amerika menjual emas senilai US$ 750.000.000 yang digunakan untuk menjamin mata uang Amerika. Ini sama dengan ‘penjualan likuidasi’ sebuah perusahaan bermasalah. Emas yang dijual ini dibeli dengan potongan (discount rates) oleh bank internsional/bank asing (persis keadaannya seperti di Indonesia sekarang ini), dan pembelinya adalah pemilik Federal Reserve di New York.
- Presiden Roosevelt mengalahkan Presiden Hoover di tahun 1932. Dalam sambutannya ia mengatakan, “Satu-satunya hal yang harus kita takutkan adalah ketakutan itu sendiri.” Roosevelt melakukan serangkaian keputusan untuk melakukan reorganisasi pemerintahan Amerika sebagai suatu perusahaan. Perusahaan ini kemudian mengalami kebangkrutan. Amerika bangkrut karena tidak bisa membayar bunganya akibat berhutang kepada Federal Reserve. Akibat bangkrutnya Amerika, maka bank-bank yang merupakan pemilik Federal Reserve sekarang memiliki SELURUH Amerika, termasuk warganegaranya dan asset-assetnya. Negara Amerika bentuknya adalah anak perusahaan Federal Reserve
  Federal Reserve telah membangkrutkan seluruh asset  Amerika Serikat.   Seminggu kemudian, di Parlemen, dilakukan tuntutan  impeachment terhadap   anggota-anggota dari Dewan Federal Reserve,  kebanyakan agen-agen   Federal Reserve dan para manajer dari Departemen  Keuangan Amerika   dengan tuduhan “kejahatan luar biasa dan penyalahgunaan  wewenang”,   termasuk pencurian lebih dari US$ 80.000.000.000 pertahun  selama lima   tahun (total US$ 400.000.000.000!)
  Tahun  1934 Roosevelt memerintahkan seluruh bank di  Amerika untuk  tutup  selama satu minggu dan menarik dari masyarakat emas  dan mata  uang yang  diback-up emas dan menggantinya  dengan “seolah-olah  uang” yang  dicetak Federal Reserve. Tahun itu  dikenang sebagai  ‘Liburan Bank  Nasional’.
  Rakyat mulai menahan emasnya karena mereka tidak  mau menggunakan   kertas tak bernilai “seolah-olah uang”. Karena itu  Roosevelt pada tahun   1934 mengeluarkan perintah bahwa setiap warganegara  dilarang memiliki   emas, karena illegal. Para hamba hukum mulai  melakukan penyelisikan   pada orang-orang yang memiliki emas, dan segera  menyitanya jika   ditemukan. (Catatan: Pada saat itu rakyat yang ketakutan    berbondong-bondong menukar emasnya dengan sertifikat/bond bertuliskan    I.O.U yang ditandatangani oleh Morgenthau, Menteri Keuangan Amerika).    Hal ini merupakan perampokan emas besar-besaran yang terjadi dalam    sejarah umat manusia. Tahun 1976 Presiden Carter mencabut aturan ini.
  Tahun 1963 Presiden Kennedy memerintahkan  Departemen Keuangan  Amerika  untuk mencetak uang logam perak. Langkah ini  mengakhiri  kekuasaan  Federal Reserve karena dengan memiliki uang  sendiri, maka  rakyat  Amerika tidak perlu membayar bunga atas uangnya  sendiri. Lima  bulan  setelah perintah itu dikeluarkan, Presiden Kennedy  mati dibunuh.
  Langkah pertama Presiden Johnson adalah membatalkan  keputusan   Presiden Kennedy dan memerintahkan Departemen Keuangan  Amerika untuk   menghentikan pencetakan mata uang perak sekaligus menarik  mata uang   perak dari peredaran untuk dimusnahkan.
  Pada hari yang sama Kennedy dimakamkan, Federal  Reserve Bank   mengeluarkan uang ‘no promise’ yang pertama. Uang ini tidak  menjanjikan   bahwa mereka akan membayar dalam mata uang yang sah secara  hukum,   tetapi mata uang ini merupakan alat pembayaran yang berlaku.
  Presiden Ronald Reagan merencanakan memperbaiki  pemerintahan Amerika   sesuai dengan aturan konstitusi. Ia ditembak  beberapa bulan kemudian   oleh anak dari teman dekatnya, Wakil Presiden  George Bush. Reagan bia   diselamatkan, dan dia tidak mengeluarkan  perintah baru dan pada tahun   1987 untuk melaksanakannya namun perintah  tersebut tidak ditanggapi   oleh pemerintah Amerika.
  Tahun 1993, James Traficant dalam pidatonya yang  terkenal di  Parlemen  mengutuk sistem Federal Reserve sebagai suatu  penipuan  besar-besaran.  Tak lama setelah itu ia menjadi korban  penyelidikan  korupsi sekali  pun tidak ada tuntutan kepadanya selama  bertahun-tahun.
  Uang dollar yang dicetak sebelum tahun 2000 tertera  kata-kata  Federal  Reserve Bank cabang mana yang mengeluarkan dan  menjamin uang   tersebut. Pada cetakan tahun 2000 dalam desain mata uang  yang baru   hanya tertera Federal Reserve System.
  Pada tahun 2002, Traficant akhirnya terbukti  korupsi. Ia mengatakan   bahwa saksi-saksi yang melawan dia semuanya  dipaksa untuk berbohong. Ia   juga mengeluh karena tidak diperkenankan  menghubungi semua orang yang   menyelidikinya, sebagai saksi.
  Henry Ford pernah berkata, “Barangkali ada bagusnya  rakyat Amerika   pada umumnya tidak mengetahui asal-usul uang, karena  jika mereka   mengetahuinya, saya yakin esok pagi akan timbul revolusi.”
Dinasti Rothschild dan Al-Aqsha
  Dinasti Rothschild, selain menguasai The Federal  Reserve dan  sejumlah  bank paling berpengaruh dunia, ternyata juga  berjasa besar  dalam  membangun The Temple Mount dan kota Yerusalem serta  bangsa Yahudi  pada  umumnya. Dengan demikian Rothschild juga harus  bertanggungjawab  atas  kerusakan Masjidil Aqsha sekarang ini.
  Rothschild merupakan sponsor utama pembangunan  Haikal Sulaiman  ketiga  yang direncanakan akan berdiri di atas reruntuhan  Masjid  al-Aqsha.  Haikal Sulaiman atau Bait Suci, dalam sejarahnya  pernah dua  kali  dibangun. Yang pertama dibangun oleh Hiram Abiff (Raja  Titus,  pengikut  Lucifer), yang kedua dibangun oleh Raja Herodes  (Romawi). Dan  untuk  yang ketiga, dinasti Rothschild membangun bait ini  kembali atas  mandat  Illuminaty.
  Selain  Bait Suci, Gedung Mahkamah Agung Israel (The  Supreme Court  Building)  yang arsitektur bangunannya sarat dengan simbol  Luciferian,  juga  dibangun Rothschild. Posisi bangunan-bangunan yang  berada di  dalam  kompleks Knesset ini tersusun dalam garis-garis sejajar   berbentuk dua  persilangan simbol salib terbalik (inverted cross),   sebagaimana tanda  salib yang terdapat di dalam gereja setan. 
  Gedung  Parlemen dan Gedung  Mahkamah Agung berada di garis pendek.  Garis panjang  yang memotong  garis pendek (membentuk salib) akan  berakhir di  Rockefeller Museum di  utara Gunung Moriah. Tarikan  garis-garis ini  membentuk “anak kunci”.  Segala sesuatu mengenai gedung  Mahkamah Agung  ini berkaitan dengan  detail-detail perhitungan  matematika yang  berunsurkan angka-angka magis  yang secara umum disebut  “diabolical” (the cult calculation).
  Para insinyur yang dipilih untuk pekerjaan  pembangunan gedung  Supreme  Court ini ditentukan oleh Dorothy Rothschild.  Yang terpilih  kemudian  adalah cucu laki-laki dan cucu perempuan  Ben-Zion Guine dari  Turkey,  orang kepercayaan Baron Rothschild : Ram  Kurmi, lahir di  Yerusalem  (1931) dan Ada Karmi Melanede, lahir di Tel  Aviv (1936).  Mereka adalah  orang-orang yang sangat ahli dalam ilmu  matematika  diabolical dan Ley  Lines. Adalah sangat penting bagi para  perancang  bangunan ini untuk  memiliki keahlian seperti itu supaya mereka  mampu  menyelesaikan  bangunannya dalam perhitungan angka-angka   religious/spiritual yang  tepat di suatu wilayah geografi.
  Untuk keseluruhan gedung ada 1000 lembar proyek  perencanaan, 1200   tumpukan semen, waktu bekerja adalah 3 tahun (750  hari), dan hanya 20   pekerja ditetapkan untuk bekerja setiap hari selama  200.000 hari kerja,   250.000 batu bangunan yang harus diletakkan dengan  tangan dalam   posisi-posisi ritual yang penuh arti. Secara utuh bentuk  gedung ini   menggambarkan T-cross (salib Tau = symbol okultisme bagi  dewa-dewa   Mesir).
  Dalam kompleks ini terdapat “Rothschild emblem”  yang merupakan  simbol  peringatan dan penghargaan kepada dinasti  Rothschild generasi   pertama, Rothschild dan lima anak laki-lakinya,  sebagai pelopor   berdirinya bank-bank central di hampir semua Negara  Eropa.
   Keluarga Rothschild membuat beberapa kesepakatan  dengan pemerintah   Israel sebelum mereka membangun gedung-gedung di  kompleks Knesset,   khususnya The Supreme Court. Kesepakatan tersebut  antara lain   memberikan ijin kepada Rothschild untuk membangun The  Supreme Court   dengan arsitek sendiri, dan biaya pembangunan seluruhnya  ditanggung   oleh Rothschilds (tidak seorangpun tahu berapa nilainya).  Satu gedung   ini saja menghabiskan waktu pembangunan selama tiga tahun  ditambah satu   tahun untuk mengerjakan begitu banyak “rahasia” di  dalamnya.
  Memasuki gedung ini, setelah melewati pemeriksaan  sekuriti, hal yang   pertama bisa dilihat adalah foto besar di dinding  sebelah kiri. Di   bagian kiri foto itu terlihat Teddy Kollek, kemudian  Lord Rothschild,   disebelah kanan berdiri Shimon Peres, di bawah kiri  adalah Yitzhak   Rabin. Yang lainnya adalah keluarga Rothschild yang  terlibat dalam   pembangunan The Supreme Court.
  Dinasti Rothschild merupakan salah satu dinasti  terkuat Luciferian  di  dunia sejak dulu hingga kini. Kelimpahan materi  yang sangat banyak,   juga kehidupannya, semata-mata dipersembahkan bagi  agama Luciferiannya.   Dalam hal ini Rothschild jauh lebih saleh ketimbang  orang-orang yang   mengaku beragama monotheisme namun malah  memperdagangan agama itu   sendiri demi mengambil keuntungan materi bagi  diri pribadi dan   keluarganya.
Tahukah  kamu, George Soros yang pernah menghancurkan ekonomi Asia  dengan  krisis ekonomi hebat yang mengakibatkan revolusi "reformasi" di   Indonesia 1998, adalah agen dari Rosthchilds. 

 
 
 
EmoticonEmoticon